DRIVER OJOL: Kami Minta THR Sebesar 1 Bulan UMP

SINARBANTEN.COM, Jakarta – Terkait permintaan driver Ojol untuk mendapatkan THR dari aplikator, ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengungkapkan payung hukum yang mereka gunakan adalah berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di sana disebutkan mengenai hubungan kerja yang meliputi unsur pekerjaan, upah dan perintah. Menurut Lily ketiga unsur itu sudah terpenuhi di dalam hubungan kerja antara platform dan pengemudi ojol.

“Kami menuntut agar perusahaan platform diwajibkan untuk membayar THR kepada para pengemudi ojol, taksol dan kurir. Besarannya adalah 1 bulan upah (UMP) dan diberikan 30 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri,” kata Lily, Kamis (20/2/2025).

Lily pun menolak apabila THR diberikan dalam bentuk barang, insentif, maupun tiket mudik Lebaran.

“Kami juga menolak penggantian THR dalam bentuk yang lain seperti Bantuan Hari Raya, Tali Kasih Hari Raya, bonus, insentif dan lainnya karena bagi kami itu adalah bentuk perbudakan modern karena kami dipaksa bekerja di Hari Raya. Kami juga menolak THR dalam bentuk non tunai seperti sembako, makanan dan minuman. Karena kami memerlukan THR dalam bentuk tunai untuk persiapan jelang hari raya seperti membeli tiket untuk mudik,” tuturnya.

Dia menegaskan selama ini platform aplikator sudah mengeruk keuntungan yang cukup besar. Sayang keuntungan tersebut tidak dinikmati para driver.

“Jadi platform seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee Food, InDrive, Lalamove, Borzo, Deliveree, dan lainnya jangan lagi beralasan tidak punya uang untuk membayar THR karena platform tersebut sudah mengeruk keuntungan selama 10 tahun terakhir dengan tidak membayar THR, upah minimum, upah lembur, cuti haid dan melahirkan yang dibayar, pesangon, iuran jaminan sosial dan lainnya,” bebernya.

Hingga saat ini, Kementerian Ketenagakerjaan tengah menggodok aturan pemberian THR untuk driver ojol. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menekankan pentingnya kepastian regulasi bagi pengemudi online agar kesejahteraan mereka tidak hanya bergantung pada THR, tetapi juga mencakup perlindungan dan hak-hak lainnya.

“THR itu budaya kita. Saya bisa membayangkan, di akhir Ramadan, anak nanya kepada ayahnya, ‘THR Bapak mana?’ itu pasti kita rasakan,” ucapnya beberapa hari lalu.

Ia juga menyoroti pentingnya keberpihakan pengusaha terhadap pengemudi online. Pengalaman pribadinya sebagai pengguna layanan transportasi online, serta latar belakang Wamenaker yang pernah menjadi pengemudi online memberikan perspektif yang lebih mendalam dalam memahami aspirasi pekerja di sektor ini.

“Kita kombinasi yang bisa memahami aspirasi pengemudi online. THR itu adalah kebudayaan. Ini pertimbangannya, pertama, ayo kita sama-sama diskusi bahwa ini bukan masalah apa-apa, tapi ini adalah bentuk keberpihakan pengusaha kepada pengemudi online,” ucapnya.

Pemberian THR bagi driver ojol memang belum tegas diatur dalam regulasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 12 Tahun 2019 Pasal 15, hubungan perusahaan aplikasi dan ojol adalah hubungan kemitraan. Dalam regulasi soal kemitraan ini tidak dijelaskan secara tegas apakah kemitraan termasuk dalam bentuk hubungan kerja seperti PKWT, PKWTT, dan hubungan kerja lainnya atau tidak.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 pasal 2 tentang THR, kriteria penerima THR yaitu pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).* [ Redaksi SB ] 🙏🙏