SINARBANTEN.COM, Serang – Baru-baru ini DPR RI mengesahkan 12 ketentuan baru dalam Undang-undang (UU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Terkait hal tersebut, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Banten H. Machdum Bachtiar mengatakan UUD Haji dan Umroh tersebut adalah perbaikan dari UU sebelumnya. “Sebanyak 12 ketentuan baru tersebut merupakan perbaikan tata kelola yang menjadi pembeda dari UU No. 13 Tahun 2008, “katanya, Senin (1/4/2019).
Machdum menjelaskan, ke-12 ketentuan baru dalam UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah tersebut, pertama, prioritas keberangkatan bagi jemaah haji lanjut usia yang berusia paling rendah 65 tahun.
Kedua, adanya perlindungan dan kemudahan mendapatkan pelayanan khusus bagi jemaah haji penyandang disabilitas.
Ketiga, pelimpahan porsi keberangkatan bagi jemaah haji yang telah ditetapkan berhak melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga. Namun, pelimpahan bisa dilakukan dengan alasan jemaah tersebut meninggal dunia atau sakit permanen menurut keterangan kesehatan jemaah haji.
Keempat, pelimpahan porsi jemaah haji dalam daftar tunggu (waiting list) yang meninggal dunia atau sakit permanen kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga.
Kelima, jaminan perlindungan bagi jemaah haji dan umrah sehingga terhindar dari perbuatan melawan hukum, baik penelantaran atau penipuan dari penyelenggara perjalanan ibadah umrah atau penyelenggaraan ibadah haji khusus.
Keenam, adanya kepastian hukum dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan evaluasi pelaksanaan umrah. Yakni, berupa wewenang kepada Menteri untuk membentuk tim koordinasi pencegahan, pengawasan, dan penindakan permasalahan penyelenggaraan ibadah umrah.
Ketujuh, adanya pengaturan tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil guna melakukan penyidikan tentang adanya tindak pidana yang menyangkut Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Kedelapan, jaminan kepastian hukum bagi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah, penyelenggaraan perjalanan ibadah haji khusus dan kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah dalam hal perizinan yang bersifat tetap dengan mekanisme pengawasan melalui akreditasi dan pemberian sanksi administratif.
Kesembilan, adanya pengaturan yang memberikan kemudahan pengurusan pengembalian uang bagi jemaah haji meninggal dunia, membatalkan keberangkatannya, atau dibatalkan keberangkatannya.
Kesepuluh, sistem pengawasan yang komprehensif, berupa keharusan Penyelenggara Umrah untuk memiliki kemampuan manajerial, teknis, kompetensi personalia, dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan ibadah umrah yang dibuktikan dengan jaminan bank berupa garansi bank atau deposito atas nama biro perjalanan wisata.
Kesebelas, pengaturan pelayanan akomodasi dan pentingnya partisipasi masyarakat melalui KBIHU dalam mendukung kualitas pelayanan jemaah haji dan umrah.
Keduabelas, untuk memastikan pemberian pelayanan, pemberian jaminan keberangkatan serta kepulangan jemaah, adanya pemberian sanksi bagi penyelenggara perjalanan umrah dan haji khusus yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik berupa pemberian sanksi administrasi, hingga sanksi pidana.
Dengan adanya 12 ketentuan baru dalam UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah tersebut, umat Islam di Indonesia mengharapkan tidak ada lagi jemaah yang telantar, gagal berangkat padahal mereka telah membuat syukuran di rumahnya dengan mengundang rekan dan saudaranya. *[ AM ] ??