Akhirnya Pejabat BPJS Terduga Pelaku Pelecehan Mengundurkan Diri

SINARBANTEN.COM, Jakarta — Skandal pelecehan seksual yang dilakukan SAB (59), anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan (TK) kepada mantan asistennya A (27), berujung pengunduran diri SAB dari jabatannya.

Hal ini diungkapkan SAB, terduga pelaku dalam acara konferensi pers di Heritage Hotel, Menteng, Jakarta, Minggu (30/12/2018).

Tetapi pria yang juga pernah menjabat sebagai Auditor Utama Badan Pengawas Keuangan (BPK) ini menyatakan pengunduran dirinya bukan disebabkan pengakuan rasa bersalah, tetapi untuk menjaga kondusivitas iklim kerja Dewan Pengawas BPJS TK.

“Kami tidak ingin keberadaan dan suasana kerja di BPJS Ketenagakerjaan terganggu oleh masalah yang sama sekali tidak berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.

“Jadi bukan berarti saya berhenti berarti mengaku saya bersalah. Tidak. Tidak akan pernah itu. Tidak akan pernah!” tegas SAB.

Sebab itulah, kini pihak terduga pelaku akan melaporkan korban beserta Ade Armando yang merupakan mantan dosen korban ke pihak kepolisian sebab dinilai menyebarkan tuduhan yang tidak berdasar.

Memed Adiwinata, kuasa hukum terduga pelaku menyatakan akan menjerat keduanya dengan dugaan pencemaran nama baik dan menyebarkan kabar bohong yang diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Yang saya ingin sampaikan adalah kenapa tidak dari dulu kalau memang seandainya benar [terjadi pemerkosaan]. Kenapa baru sekarang,” ungkap Memed.

“Jadi sekali lagi saya sampaikan bahwa klien saya membantah, dan ini tuduhan keji saya bilang. Ini tuduhan keji untuk beliau dan orang-orang yang dekat dengan beliau. Kemudian diposting [di media sosial] pula itu,” tambahnya.

Sebelumnya, korban mengungkap bahwa dirinya mendapat pelecehan seksual secara fisik, pelecehan secara verbal, dan kekekerasan berupa pemaksaan hubungan seksual dari SAB sebanyak empat kali dalam periode April 2016-November 2018.

Ade Armando yang mewakili pihak korban, menyatakan langkah prioritas A saat ini ialah memulihkan nama baiknya dan berupaya menempuh langkah hukum perdata agar pelaku diberhentikan dari pekerjaannya.

“Untuk [pelaporan tindak pidana sexual harassment] ke polisi, belakangan saja. Sekarang yang terpenting membuat pelaku diberhentikan, dan korban direhabilitasi nama dan pekerjaannya,” ujar Ade, Minggu (30/12/2018).