UMP Banten 2022 Hanya Naik Rp 40 Ribu

SINARBANTEN.COM, Serang – Dalam menanggapi tuntutan buruh tentang kenaikan UMK provinsi Banten, akhirnya Gubernur Banten Wahidin Halim mengeluarkan keputusan yang dituangkan dalam surat keputusan Gubernur Banten, Nomor 561/Kep.280-Huk/2021 Tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) Banten Tahun 2022, Pemprov Banten secara resmi menaikkan UMP 2022, yang mulai berlaku 1 Januari 2022.

Adapun besaran upah Minimum Provinsi (UMP) Banten 2022 ditetapkan sebesar Rp 2.501.203. Besaran UMP itu naik sebesar Rp 40.209. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat UMP pada tahun 2022 naik rata-rata sebesar 1,09%.

Kenaikan UMP tahun 2022 yang kecil karena kondisi perekonomian pada tahun ini tumbuh lambat akibat pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur penentuan kenaikan UMP setiap tahun. Selain itu, faktor penentu kenaikan UMP adalah inflasi.

Di tempat yang berbeda, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan besaran kenaikan UMP itu saat menggelar konferensi pers tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Pekerja 2022 pada 16 November 2021. Kebijakan penetapan Upah Minimum diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Kebijakan upah minimum ditujukan sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan serta untuk mendorong kemajuan ekonomi Indonesia melalui pengupahan yang adil dan berdaya saing,” jelas Ida.

Ia menyebut, penetapan upah minimum yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan berpotensi menyebabkan sejumlah hal.

Di antaranya, menurunkan Indeks daya saing Indonesia khususnya pada aspek kepastian hukum. Serta menurunnya kepercayaan investor terhadap sistem hukum Indonesia.”Mempersempit ruang dialog kesepakatan upah serta penerapan struktur dan skala upah,” ucap Ida.

Ida mengatakan, apabila upah minimum ditetapkan lebih tinggi dari ketentuan maka akan berpotensi terhambatnya perluasan kesempatan kerja baru; terjadinya substitusi tenaga kerja ke mesin (otomatisasi proses produksi);

Kemudian, memicu terjadinya PHK; mendorong terjadinya relokasi dari lokasi dari lokasi yang memiliki nilai UMK tinggi kepada lokasi yang memiliki nilai UMK yang lebih rendah. Serta mendorong tutupnya perusahaan, khususnya pada situasi pandemi Covid-19 saat ini. *[ Redaksi SB ]🙏🙏