Iuran BPJS Kesehatan Resmi Naik 100% Hari ini

SINARBANTEN.COM, Jakarta – Meskipun diprotes oleh masyarakat, Pemerintah tetap menaikkan besaran iuran program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 100% mulai hari ini, Rabu 1/1/2020).

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam beleid itu dikatakan, besar iuran yang harus dibayarkan peserta BPJS Kesehatan adalah sebesar Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.

Sebelumnya, besaran iuran peserta mandiri untuk kelas I dan II adalah Rp 80.000 per bulan dan Rp 55.000 per bulan. Sementara iuran peserta kelas III ialah Rp 25.500 per bulan.

Bagi peserta bukan penerima upah alias PBPU dan peserta bukan penerima upah, kenaikan berlaku mulai 1 Januari 2020. Sementara, untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) kebijakan itu telah berlaku mulai Agustus 2019.

Berikut petikan revisi aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan:

Pasal 29
(1) Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2079.

Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:

a. Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;

b. Rp110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau

c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kenaikan iuran tersebut demi menutup defisit keuangan yang ada. Pangkal permasalahan keuangan di tubuh BPJS Kesehatan tidak lain karena adanya ketidaksesuaian antara jumlah pembayaran pengguna dan uang yang dikeluarkan BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan mengklaim, sampai akhir Oktober 2019 memiliki tunggakan utang jatuh tempo sebesar Rp 21,16 triliun. Utang jatuh tempo ini, artinya BPJS Kesehatan belum melakukan pembayaran klaim selama 15 hari sejak dilakukan verifikasi klaim dari fasilitas kesehatan.

“Kami sudah utang jatuh tempo Rp 21,1 triliun. Kalau kita tidak melakukan langkah konkret, di akhir tahun ini kami akan mengalami defisit Rp 32 triliun,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Rabu (6/11).

Tak hanya utang jatuh tempo pembayaran klaim, BPJS Kesehatan pun memiliki outstanding claim (OSC) sebesar Rp 2,76 triliun. Utang ini berasal dari klaim yang telah ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan masih dalam proses verifikasi. Kemudian ada utang yang belum jatuh tempo sebesar Rp 1,71 triliun.

Berdasarkan proyeksi defisit cashflow dana jaminan sosial 2019, BPJS Kesehatan memperkirakan gagal bayar pada Oktober mencapai Rp 23,2 triliun. Angka ini meningkat menjadi Rp 28,4 triliun pada November 2019 dan pada akhir tahun defisit diprediksi bakal mencapai Rp 32,8 triliun.

Manajemen BPJS Kesehatan bahkan memperkirakan, defisit ini bisa membengkak lebih besar bila tidak ada upaya perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah. *[ SM ] ??