SINARBANTEN.COM, Serang – Maraknya saat ini masyarakat melakukan transaksi melalui pinjaman jasa online dan tidak sedikit dari mereka yang tertipu, membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angka bicara.
OJK mengimbau masyarakat untuk bijak sebelum memanfaatkan jasa pinjaman online (pinjol) karena saat ini banyak perusahaan tersebut tidak resmi alias bodong.
Saat konferensi pers di Kantor Bank Indonesia Perwakilan Banten, Kamis (20/6/2019), Kepala OJK Regional I DKI Jakarta-Banten Ahmad Berlian mengatakan, bila dilihat dari sisi bunga pinjaman, aturan bunga dari pinjol telah diatur sebesar 1 persen per hari. Sementara banyak perusahaan yang mematok lebih dari ketentuan.
“Sudah banyak keluhan yang bermunculan terkait jasa pinjol belakangan ini. Keluhan biasanya adalah terkait sikap penagih utang yang dinilai kasar saat bertugas, “ungkapnya.
Yang menjadi isu adalah perlakuan dari tukang tagih. Itu kolektornya di luar batas prikemanusian. Intimidasi secara fisik dan psikis juga,” katanya.
Ia menjelaskan, selain itu saat ini juga bertebaran jasa pinjol atau financial technology (fintech) yang beroperasi tanpa dilengkapi dokumen perizinan. Mereka itu yang biasanya menerapkan bunga pinjaman yang cukup tinggi.
Diperjanjiannya yang ilegal itu bunganya tinggi. 1 sampai 3 persen per hari. Berarti kalau satu persen (per hari), (bunga menjadi) 30 persen sebulan. Kalau di bank, bank umum satu persen, itu pun satu bulan,” katanya.
Meski memberikan kemudahan dan kecepatan pencairan pinjaman yang ditawarkan jasa pinjol, dia tetap mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan hal tersebut. Masyarakat diminta untuk bisa menahan diri dan sebisa mungkin mengoptimalkan kondisi keuangannya.
Sehingga tadi bahwa kalau enggak butuh-butuh banget ya jangan pinjam. (Kalau pun meminjam) Seorang yang bijak itu memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang sudah disepakati,” harapnya.
Menurutnya, agresifnya penagihan yang dilakukan jasa pinjol kepada costumernya dikarenakan mereka juga memiliki tingkat resiko yang tinggi dalam menjalankan bisnisnya. Bahkan dari temuan Satgas Waspada Investasi (SWI), ada seorang dikejar-kejar fintech karena memang ada indikasi kelalaian si pemohon pinjaman.
“Dalam beberapa kasus peminjam yang dikejar-kejar ternyata dia pinjam ke lebih dari 20 fintech,” tuturnya.
Lebih lanjut dipaparkan Berlian, selain mengedukasi pihaknya bersama SWI terus melakukan penutupan terhadap fintech ilegal. Agar bisa optimal, pihaknya telah bekerja sama dengan Kemenkominfo untuk melacak situs jasa pinjol ilegal.
“Sudah hampir seribu ditutup. Ditutupnya apa menunggu korban? Enggak. Fintech yang ditutup hampir seribu. Mungkin fintech yang ditutup lahir kembali, bisa reinkarnasi, (jumlahnya) bisa tiga kali lipatnya. Kita bekerja sama dengan Kominfo, kita blok webnya,” ujarnya.
Direktur Manajemen Strategis, Edukasi Perlindungan Konsumen dan Kemitraan Pemerintah Daerah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional I Jakarta-Banten Duma Riana mengatakan, sepanjang 2018 SWI menemukan ada 404 fintech ilegal. Sedangkan pada 2019 telah ditemukan sebanyak 543.
“Total saat ini yang telah ditangani ada sebanyak 947 entitas. Tentu mereka harus berizin kepada OJK dalam rangka peer to peer landing, pembayaran mereka harus izin ke BI. Ini sangat bahaya kalau tidak diawasi,” pungkasnya. *[ YM ] ??