SINARBANTEN.COM, Cilegon – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cilegon menyatakan mayoritas sumber daya manusia (SDM) di hotel-hotel dan restoran belum tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Untuk restoran, diperkirakan 80 persen yang belum tersertifikasi, sedangkan hotel berkisar 60 persen.
Ketua PHRI Kota Cilegon Syarif Ridwan menjelaskan, SDM hotel yang belum tersertifikasi tersebut umumnya terdapat pada hotel dan restoran kecil. Hotel-hotel berbintang dan juga restoran franchise sangat memperhatikan persoalan tersebut. “Biasanya mereka sudah mempunyai sertifikat sendiri, di luar daripada pemerintah,” ujarnya.
Banyaknya SDM hotel dan restoran yang belum tersertifikasi diakibatkan karena kurang pahamnya pemilik hotel dan restoran tersebut terkait pentingnya sertifikasi bagi pegawai. Kendati proses sertifikasi gratis, pemilik hotel dan restoran menganggap hal tersebut tidak penting. “Padahal jika pegawainya memiliki kualitas maka hotel dan restoran mereka pun akan maju,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Syarif, pihaknya akan terus berupaya memberikan pemahaman terhadap pemilik-pemilik restoran dan hotel di Kota Cilegon akan pentingnya sertfikasi demi meningkatkan kualitas pelayanan.
Pemerintah pusat setiap tahun melakukan sertifikasi SDM kepariwisataan untuk meningkatkan kualitas SDM di mana diantaranya hotel dan restoran. Di Kota Cilegon tahun 2018 ini mendapatkan kuota 100 orang untuk ikut sertifikasi. Ia berharap tahun depan paling tidak kuota untuk Kota Cilegon masih sama.
Hotel dan restoran di Kota Cilegon menurut Syarif menyerap tenaga kerja cukup banyak. Di sektor formal saja bisa mencapai ribuan. Jika dengan sektor informal, misalnya pengisi hiburan maka jumlah tenaga kerja yang terserap bisa mencapai dua ribu orang.
Selain menyerap tenaga kerja cukup banyak, peran hotel dan restoran terhadap pendapatan daerah Kota Cilegon sejauh ini menjadi penyumbang terbesar ketiga. Namun ia mengaku lupa angka persis kontribusi tersebut.
Agar sumbangsih PAD terus meningkat, beberapa regulasi dari pemerintah diperlukan. Menurut Syarif di antaranya kemudahan izin bagi investor yang ingin masuk ke Kota Cilegon, khususnya investor di bidang-bidang yang bisa menunjang aktivitas perhotelan dan restoran. “Contohnya di Malang, ada Museum Angkot, terus pusat-pusat bermain seperti waterboom. Nah di Cilegon perlu seperti itu atau pusat-pusat lain di jalur orang akan mencari destinasi di wilayah yang lain,” papar Syarif.
Lebih lanjut Syarif menjelaskan, Kota Cilegon merupakan daerah lintasan menuju destinasi wisata seperti kawasan wisata pantai Anyar dan Cinangka di Kabupaten Serang, dan sejumlah destinasi wisata alam di Kabupaten Pandeglang.
Dengan adanya kemudahan perizinan dan pemerintah mampu menggaet investor, wisatawan yang hendak menuju destinasi wisata di daerah lain akan berhenti di Kota Cilegon. Sehingga tingkat hunian hotel dan kunjungan restoran bisa ikut meningkat.
Pada 2019, Lembaga Sertifikasi Profesi Hospitality Cakrawala Indonesia (LSP HCI) menargetkan bisa mendapatkan kuota sekitar 1.800 untuk uji kompetensi perhotelan dan restoran di Banten. Ini diungkapkan Ketua LSP HCI Adi Setiawan saat ditemui Sinar Banten pada pekan lalu.
Ia mengatakan, saat ini, LSP HCI tengah menyusun proposal pengajuan kepada Kementerian Pariwisata RI dan mengajukan kuota untuk 1.800 peserta. “Mudah-mudahan di acc sehingga lebih banyak yang mendapatkan kesempatan mengikuti uji kompetensi tersebut,” katanya.
Kata dia, pengajuan jumlah kuota pada 2019 ini sama dengan yang diajukan pada 2018 lalu yakni 1.800 peserta. Jumlah ini sengaja dipilih karena belum tentu semua yang diajukan disetujui Kementerian Pariwisata. “Mudah-mudahan disetujui semua,” katanya.*[MP] ??